ULAMA DI PANGGUNG POLITIKIslami, Unggul, & Santri
ULAMA DI PANGGUNG POLITIK

Keterangan Gambar : Dr. KH. Abdul Wadud Nafis, Lc., M.E.I. (Ketua Yayasan Kyai Syarifuddin Lumajang)


Oleh : Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., M.E.I.

 

Peran ulama dalam dunia politik selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terutama ketika mereka berada di persimpangan antara kepemimpinan moral dan keterlibatan dalam dinamika kekuasaan. Bagi sebagian orang, politik mungkin dianggap penuh dengan intrik dan kepentingan pragmatis, tetapi bagi ulama, politik bisa menjadi medan juang untuk menegakkan nilai-nilai luhur agama.

Dalam sejarah Islam, keterlibatan ulama dalam politik tidak semata-mata didorong oleh ambisi kekuasaan, melainkan oleh niat mulia untuk menjaga kemuliaan Islam dan memperjuangkan kemaslahatan umat. Mereka memahami bahwa agama tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari urusan politik, karena keduanya saling terkait dalam membangun tatanan masyarakat yang adil dan sejahtera.

Dengan landasan ilmu dan moralitas yang kokoh, ulama hadir di kancah politik sebagai penjaga nilai-nilai kebenaran dan keadilan. Mereka tidak hanya bertindak sebagai pengontrol etika di tengah hiruk-pikuk kekuasaan, tetapi juga sebagai suara umat yang mendambakan perubahan menuju kehidupan yang lebih baik. Namun, apa sebenarnya motivasi mereka berpolitik? Apakah sekadar menjaga eksistensi Islam, atau ada misi yang lebih luas untuk mewujudkan kesejahteraan bersama?

Mari kita telusuri lebih dalam motivasi ulama berpolitik, yang berakar pada dua hal utama: demi kemuliaan Islam dan demi kemaslahatan umat.

Motivasi ulama untuk berpolitik merupakan refleksi dari tanggung jawab mereka sebagai pemimpin moral dan spiritual dalam masyarakat. Secara historis, ulama tidak hanya menjadi panutan dalam urusan agama, tetapi juga aktif dalam menyuarakan keadilan, memperjuangkan hak-hak umat, dan menjaga nilai-nilai Islam agar tetap hidup di tengah dinamika sosial dan politik.

 

1.    Demi Kemuliaan Islam

Salah satu dorongan utama ulama untuk terlibat dalam politik adalah keinginan untuk menjaga kemuliaan Islam. Dalam pandangan Islam, agama tidak hanya mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mencakup aspek kehidupan bermasyarakat, termasuk politik. Dengan terlibat dalam politik, ulama berusaha memastikan bahwa ajaran Islam tetap menjadi pedoman moral dalam pemerintahan dan pengambilan kebijakan.

Mereka melihat politik sebagai medan perjuangan untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran, keadilan, dan kedamaian yang diajarkan oleh Islam. Tanpa partisipasi ulama, dikhawatirkan nilai-nilai ini akan tergerus oleh kepentingan pragmatis atau materialisme. Dalam konteks ini, ulama tidak hanya bertindak sebagai penjaga nilai-nilai agama, tetapi juga sebagai pengontrol moral terhadap penyimpangan politik yang dapat merusak tatanan masyarakat.

 

2.    Demi Kemaslahatan Umat Islam

Selain menjaga kemuliaan Islam, ulama berpolitik untuk memastikan bahwa umat Islam, yang sering menjadi mayoritas di banyak negara Muslim, mendapatkan hak dan perlakuan yang adil. Ulama memahami bahwa banyak kebijakan yang memengaruhi kehidupan umat tidak bisa dilepaskan dari politik. Oleh karena itu, kehadiran mereka di panggung politik bertujuan untuk memperjuangkan kebijakan yang mendukung kemaslahatan umat, baik dalam bidang ekonomi, pendidikan, maupun hukum.

Ulama memandang politik sebagai salah satu cara untuk membangun keadilan sosial, mencegah kezaliman, dan melindungi umat dari eksploitasi. Sebagai contoh, peran ulama dalam memperjuangkan kebijakan ekonomi syariah, pendidikan berbasis nilai Islam, atau pemberantasan korupsi merupakan bentuk nyata dari upaya mereka untuk memastikan kesejahteraan masyarakat.

 

Sinergi Islam dan Politik

Bagi ulama, politik adalah bagian tak terpisahkan dari dakwah. Melalui politik, mereka dapat memberikan kontribusi yang lebih luas dalam membangun masyarakat yang adil, makmur, dan berlandaskan nilai-nilai agama. Namun, ulama juga menyadari bahwa politik memiliki tantangan tersendiri, seperti risiko politisasi agama atau konflik kepentingan. Oleh karena itu, keterlibatan mereka sering dilandasi oleh niat ikhlas untuk menegakkan kebenaran dan memperjuangkan kepentingan umat, bukan untuk mencari kekuasaan semata.

Keterlibatan ulama dalam politik merupakan upaya menjembatani kebutuhan spiritual dan material umat. Mereka tidak hanya bertindak sebagai pemimpin agama, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial dan politik, yang bekerja untuk menciptakan masyarakat yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ulama, dengan landasan moral yang kokoh, dapat menjadi aktor penting dalam menciptakan tatanan politik yang berkeadilan dan bermartabat.

 

Penutup

Keterlibatan ulama dalam politik, dengan segala tantangan dan peluangnya, adalah cerminan dari tanggung jawab besar yang mereka emban. Dengan menjadikan politik sebagai ladang perjuangan, ulama berupaya menjaga kemuliaan Islam sekaligus memperjuangkan kemaslahatan umat. Mereka hadir sebagai penerang di tengah kerumitan politik, menawarkan solusi yang berlandaskan moralitas dan nilai-nilai agama.

Namun, tugas ini tidak mudah. Politik sering kali menjadi arena penuh dinamika yang membutuhkan kebijaksanaan dan integritas. Di sinilah letak kekuatan ulama: menjadikan politik bukan sebagai tujuan, tetapi sebagai sarana untuk mewujudkan masyarakat yang lebih adil, damai, dan sejahtera.

Pada akhirnya, sejarah telah membuktikan bahwa ulama yang berpolitik dengan niat ikhlas mampu membawa perubahan besar, tidak hanya bagi umat Islam, tetapi juga bagi kemanusiaan secara keseluruhan. Inilah warisan perjuangan yang patut terus kita pelihara—bahwa politik, ketika dijalani dengan ketulusan dan visi yang jelas, dapat menjadi jalan menuju keberkahan bagi dunia dan akhirat.

 

Daftar pustaka

  1. Al-Mawardi, Abu al-Hasan. (2000). Al-Ahkam al-Sultaniyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah.
  2. An-Nabhani, Taqiyuddin. (2009). Mafahim Siyasiyyah li Hizb ut-Tahrir. Beirut: Dar al-Ummah.
  3. Azra, Azyumardi. (1999). Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII. Jakarta: Prenada Media.
  4. Esposito, John L. (1984). Islam and Politics. Syracuse: Syracuse University Press.
  5. Hallaq, Wael B. (2013). The Impossible State: Islam, Politics, and Modernity’s Moral Predicament. New York: Columbia University Press.
  6. Nasution, Harun. (1985). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press.
  7. Rahmat, M. Imdadun. (2008). Islam dan Politik: Teori Belah Bambu dan Pragmatisme Ulama. Yogyakarta: LKiS.
  8. Rahman, Fazlur. (1982). Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago: University of Chicago Press.
  9. Qaradawi, Yusuf. (1997). Fiqh Daulah dalam Perspektif Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  10. Wahid, Abdurrahman. (2001). Islamku, Islam Anda, Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta: The Wahid Institute.