URGENSI GURU ALIM, WAROK, DAN ISTIQOMAH: KUNCI MENDAPATKAN ILMU YANG BAROKAHUnggul, Islami, & Santri
URGENSI GURU ALIM, WAROK, DAN ISTIQOMAH: KUNCI MENDAPATKAN ILMU YANG BAROKAH

Keterangan Gambar : Dr. KH. Abdul Wadud Nafis, Lc., M.E.I. (Ketua Yayasan Kyai Syarifuddin Lumajang)


Oleh : Dr. Abdul Wadud Nafis, Lc., M.E.I.

 

Dalam tradisi pendidikan Islam, peran guru menempati posisi yang sangat strategis dan esensial. Guru bukan hanya pengajar yang mentransfer pengetahuan, melainkan juga pembimbing spiritual yang membentuk karakter murid. Sebuah ungkapan populer dalam khazanah Islam menyatakan, “Guru adalah pintu menuju ilmu, dan murid adalah kuncinya.” Artinya, ilmu yang kita pelajari dan amalkan sangat tergantung dari siapa kita belajar. Oleh karena itu, pemilihan guru tidak boleh dilakukan secara sembarangan.

 

Guru yang alim, warok, dan istiqomah merupakan kriteria yang sangat dianjurkan dalam tradisi keilmuan Islam. Seorang alim berarti memiliki kedalaman ilmu dan pemahaman yang luas tentang ajaran agama, sementara warok menunjukkan sikap berhati-hati dalam menjalankan dan mengajarkan syariat. Adapun istiqomah mengindikasikan keteguhan dan konsistensi dalam mengamalkan ilmu serta menjalani hidup sesuai dengan ajaran Islam. Kombinasi ketiga sifat ini menjadikan seorang guru tidak hanya berfungsi sebagai pemberi ilmu, tetapi juga sebagai contoh teladan bagi murid dalam menjalani kehidupan Islami yang penuh makna.

 

Artikel ini akan mengupas secara mendalam tentang urgensi memilih guru yang memiliki ketiga sifat tersebut. Dalam pembahasan ini, kita akan melihat bagaimana guru yang alim, warok, dan istiqomah dapat memberikan pengaruh positif, baik dalam aspek intelektual maupun spiritual. Selain itu, kita akan memahami pentingnya keberkahan ilmu yang ditransfer oleh guru-guru dengan karakteristik ini serta dampak positifnya dalam pembentukan akhlak dan karakter murid. Melalui pandangan yang komprehensif ini, kita akan semakin menyadari betapa pentingnya memilih guru yang tepat dalam menuntut ilmu agama Islam.

 

Urgensi memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah dalam mempelajari ilmu agama Islam dapat dipahami dari beberapa perspektif yang lebih luas. Guru tidak hanya sekadar pengajar, tetapi juga pembimbing spiritual yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan keilmuan dan moral murid. Dalam konteks ini, ada beberapa aspek penting yang perlu dipahami lebih mendalam:

 

1.    Alim : Kualitas Keilmuan yang Mendalam

Alim secara harfiah berarti orang yang berilmu, yaitu seseorang yang memiliki pemahaman mendalam tentang agama, mencakup Alquran, hadis, fikih, ushuluddin, serta cabang-cabang ilmu lainnya. Memilih guru yang alim berarti memastikan bahwa ilmu yang didapatkan berasal dari sumber yang benar dan otoritatif. Hal ini penting karena :

a.    Validitas Ilmu: Dalam agama Islam, ilmu adalah hal yang sakral, dan mempelajarinya harus melalui orang-orang yang memiliki sanad (mata rantai keilmuan) yang jelas. Sanad ini menunjukkan kesinambungan pengetahuan dari generasi ke generasi hingga sampai pada Rasulullah SAW.

b.    Kedalaman Pengetahuan: Seorang alim tidak hanya tahu hukum-hukum agama secara dangkal, tetapi juga memahami alasan-alasan di baliknya (hikmah). Hal ini penting untuk membimbing murid ke pemahaman yang lebih menyeluruh, bukan hanya bersifat legalistik.

c.    Keputusan yang Tepat: Guru yang alim dapat memberikan fatwa atau pandangan yang tepat dalam berbagai situasi kehidupan. Misalnya, dalam persoalan ekonomi, sosial, atau hubungan antar-manusia, seorang alim dapat menuntun murid berdasarkan prinsip-prinsip Islam.

 

 

2.    Warok : Kehatian-Hatian dalam Mengamalkan Agama

Warok mengacu pada sifat seseorang yang sangat berhati-hati dalam menjalankan ajaran agama. Dalam konteks pengajaran, guru yang warok memiliki peran penting :

a.    Menjaga Keaslian Ajaran: Seorang guru yang warok tidak akan sembarangan mengajar atau menyampaikan pengetahuan agama. Ia akan memastikan bahwa ajaran yang disampaikan benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan tidak menyesatkan.

b.    Akhlak yang Mulia: Kehatian-hatian dalam beragama biasanya tercermin dalam akhlak yang mulia. Guru yang warok akan menjadi teladan bagi murid dalam hal kesederhanaan, kejujuran, kesabaran, dan ketaatan. Akhlak ini sangat penting dalam membentuk karakter murid.

c.    Penghindaran dari Penyimpangan: Guru yang warok akan menjaga murid dari ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Islam, seperti bid’ah atau pemikiran yang menyimpang. Ini sangat penting, terutama di era modern di mana berbagai paham dan ideologi sering kali berusaha mengaburkan ajaran Islam.

 

 

3.    Istiqomah : Konsistensi dalam Mengajar dan Mengamalkan Ilmu

Istiqomah dalam konteks pendidikan Islam berarti guru tersebut konsisten dalam mempelajari, mengamalkan, dan mengajarkan ilmu agama. Istiqomah menjadi sifat yang sangat penting karena:

a.    Contoh Nyata dalam Kehidupan: Guru yang istiqomah menjadi teladan bagi murid dalam konsistensi beribadah, bertindak, dan berperilaku sesuai ajaran Islam. Murid tidak hanya belajar dari kata-kata guru, tetapi juga dari tindakan nyata yang dilihat sehari-hari. Misalnya, konsistensi dalam menjalankan salat, bersikap adil, atau bersabar dalam menghadapi cobaan.

b.    Membangun Disiplin Spiritual: Dengan adanya contoh guru yang istiqomah, murid akan terdorong untuk mengikuti jejaknya dalam mendisiplinkan diri, baik dalam hal ibadah, belajar, maupun menjalani kehidupan sehari-hari.

c.    Keberlanjutan dalam Belajar: Guru yang istiqomah juga menunjukkan bahwa belajar ilmu agama bukanlah tugas sekali selesai, melainkan proses yang berkelanjutan sepanjang hidup. Hal ini memberikan motivasi kepada murid untuk terus memperdalam ilmu, bahkan setelah selesai belajar formal.

 

 

4.    Pengaruh Spiritual dan Psikologis Guru dalam Pembentukan Kepribadian

Dalam Islam, guru bukan hanya transferer ilmu, tetapi juga sosok spiritual yang menjadi rujukan dalam kehidupan pribadi murid. Urgensi memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah dalam hal ini terkait dengan:

a.    Pembentukan Karakter Islami: Kepribadian guru yang berilmu dan memiliki akhlak mulia akan berpengaruh langsung pada karakter murid. Murid yang belajar dari guru yang alim dan warok akan lebih berpeluang menjadi pribadi yang jujur, disiplin, sabar, dan tawadhu.

b.    Kedekatan Spiritualitas: Guru yang warok dan istiqomah akan membimbing murid tidak hanya secara intelektual, tetapi juga secara spiritual. Dalam Islam, hubungan antara guru dan murid sering kali melibatkan dimensi spiritual yang mendalam, yang disebut "barakah". Barakah ini hanya dapat diperoleh dari guru yang memiliki kedekatan dengan Allah SWT.

c.    Pemahaman Komprehensif tentang Dunia dan Akhirat: Seorang guru yang istiqomah tidak hanya mengajarkan pengetahuan dunia, tetapi juga menuntun murid kepada kehidupan akhirat. Pemahaman ini sangat penting untuk menciptakan keseimbangan hidup, di mana murid tidak hanya fokus pada materi dunia, tetapi juga mempersiapkan diri untuk kehidupan setelah mati.

 

5.    Keberkahan Ilmu dan Hubungan Guru-Murid

Dalam Islam, hubungan guru dan murid tidak sekadar hubungan formal seperti di kelas, tetapi lebih kepada hubungan yang memiliki dimensi spiritual. Memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah akan membawa keberkahan ilmu bagi murid. Keberkahan ini muncul karena:

a.    Kesinambungan Ilmu: Ilmu yang diajarkan oleh guru yang memiliki sanad jelas akan memberikan keberkahan, karena berasal dari sumber yang terhubung dengan Rasulullah SAW.

b.    Doa Guru: Guru yang berakhlak mulia dan memiliki hubungan baik dengan murid sering kali memberikan doa-doa yang baik untuk muridnya. Doa seorang guru yang saleh sangat mustajab dan bisa menjadi salah satu sumber keberhasilan murid dalam kehidupan.

c.    Pendidikan Moral dan Spiritual: Guru yang alim dan warok akan memberikan pendidikan moral yang mendalam, sehingga murid tidak hanya memahami ilmu agama secara teoritis, tetapi juga merasakan kedalaman spiritualitas dalam hidupnya.

 

6.    Pentingnya Sifat-sifat Tersebut dalam Menghadapi Tantangan Zaman

Di era modern yang penuh dengan tantangan globalisasi, materialisme, dan sekularisme, memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah menjadi lebih penting dari sebelumnya. Guru dengan kualitas ini dapat:

a.    Membekali Murid dengan Ilmu yang Shahih: Murid yang dibekali dengan ilmu yang shahih dan akhlak yang mulia akan lebih mampu menghadapi godaan dunia modern yang sering kali mengarahkan kepada materialisme dan hedonisme.

b.    Menjadi Sumber Hikmah dan Kebijaksanaan: Guru yang istiqomah akan mengajarkan kepada murid untuk menjalani kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat, antara material dan spiritual, serta antara ilmu dan akhlak.

 

Penutup

Dengan demikian, memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah adalah langkah strategis dalam pendidikan Islam yang akan membentuk individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara spiritual dan moral.

 

Sebagaimana telah diuraikan, memilih guru yang alim, warok, dan istiqomah bukanlah sekadar pilihan, melainkan sebuah keharusan dalam menuntut ilmu agama Islam. Guru yang memiliki ketiga sifat ini tidak hanya akan memberikan pemahaman agama yang benar, tetapi juga menuntun kita untuk menjalani kehidupan yang lebih berkah, bermakna, dan selaras dengan tuntunan syariat.

 

Pada akhirnya, guru yang tepat adalah jalan bagi kita untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia, serta kedekatan spiritual dengan Allah SWT. Sebagaimana pepatah mengatakan, “Ilmu tanpa akhlak ibarat pohon tanpa buah.” Dengan memilih guru yang sesuai, kita tidak hanya menumbuhkan ilmu di dalam diri, tetapi juga menumbuhkan akhlak dan karakter yang akan memberikan manfaat bagi diri sendiri, keluarga, dan masyarakat.

 

Maka, dalam perjalanan menuntut ilmu, marilah kita selalu berhati-hati dalam memilih guru. Sebab, guru yang baik adalah kunci pembuka bagi kita untuk meraih keberkahan hidup di dunia dan keselamatan di akhirat.

 

Daftar Pustaka

  1. Al-Ghazali, Abu Hamid. (2001). Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama). Jakarta: Pustaka Amani.
  2. Al-Qardhawi, Yusuf. (2004). Fiqh al-Aulawiyat (Fikih Prioritas). Jakarta: Gema Insani Press.
  3. Al-Maududi, Abul A’la. (1990). Towards Understanding Islam. Lahore: Islamic Publications.
  4. Asy-Syahrastani, Abu al-Fadl. (2007). Kitab al-Milal wa al-Nihal (Buku tentang Aliran dan Sekte). Jakarta: Pustaka Firdaus.
  5. Nasution, Harun. (2002). Metode Penelitian Naskah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
  6. Rahman, Fazlur. (1982). Islam (Pengantar Pemikiran Islam). Jakarta: Bulan Bintang.
  7. Suyuthi, Jalaluddin. (2008). Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Kepastian dalam Ilmu Al-Quran). Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
  8. Rida, Muhammad Rashid. (1998). Islam dan Peradaban Modern. Jakarta: Pustaka al-Kautsar.
  9. Widyahari, R. M. (2015). “Peran Guru dalam Pendidikan Islam: Antara Tradisi dan Modernitas”. Jurnal Pendidikan Islam, 4(2), 123-145.
  10. Al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail. (1997). Sahih al-Bukhari. Jakarta: Al-Ma’arif
  11. Muslim, Abu al-Husain. (1999). Sahih Muslim. Jakarta: Al-Ma’arif.