APA KABAR MAHASISWA HARI INI?Islami, Unggul, & Santri
APA KABAR MAHASISWA HARI INI?

Keterangan Gambar : Sambutan Ketua Yayasan Kyai Syarifuddin dalam pembukaan PBAK IAI Syarifuddin Tahun Akademik 2024/2025


Oleh : Dr. Abdul Wadud Nafis, LC., M.E.I.


Di tengah arus perubahan yang semakin cepat, peran mahasiswa menjadi semakin penting sebagai agen perubahan sosial, politik, dan moral. Dengan satu pertanyaan sederhana—“Apa kabar mahasiswa hari ini?”—kita diajak untuk merenung lebih dalam. Pertanyaan ini bukan sekadar sapaan, melainkan panggilan untuk introspeksi, kesadaran kritis, dan tanggung jawab sebagai generasi penerus. Bagaimana kondisi mahasiswa dalam menghadapi tantangan zaman? Apakah mereka siap menjawab panggilan perubahan? Dalam tulisan ini, kita akan mengeksplorasi makna mendalam di balik pertanyaan tersebut, dengan pendekatan dari sudut pandang agama Islam, sosiologi, psikologi, politik, dan pergerakan.

Motto "Apa kabar mahasiswa hari ini?" memiliki makna yang mendalam dan dapat dianalisis dari berbagai perspektif, termasuk agama Islam, sosiologi, psikologi, politik, dan pergerakan.

1.       Pendekatan Agama Islam: Dalam Islam, mahasiswa sebagai generasi muda diharapkan menjadi khalifah di bumi, yang berarti mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan mengelola dunia dengan bijaksana. Pertanyaan ini mengajak mahasiswa untuk introspeksi tentang kondisi spiritual dan moral mereka, mengingatkan mereka untuk tetap teguh pada prinsip-prinsip Islam dalam segala tindakan dan pemikiran.

2.       Pendekatan Sosiologi: Dari sudut pandang sosiologi, mahasiswa adalah agen perubahan sosial. Pertanyaan ini mendorong mereka untuk mempertimbangkan peran mereka dalam masyarakat. Ini adalah panggilan untuk kesadaran kolektif, menantang mereka untuk berpikir tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan bagaimana kondisi sosial-politik saat ini mempengaruhi mereka.

3.       Pendekatan Psikologi: Secara psikologis, motto ini dapat diartikan sebagai upaya untuk memantau kesejahteraan mental dan emosional mahasiswa. Ini adalah pengingat untuk selalu sadar akan kondisi psikologis diri sendiri dan teman-teman mereka. Dengan bertanya "apa kabar," mahasiswa diingatkan untuk saling peduli dan mendukung, serta menjaga kesehatan mental mereka di tengah-tengah tekanan akademis dan sosial.

4.       Pendekatan Politik: Dalam konteks politik, pertanyaan ini dapat dilihat sebagai pemantik kesadaran kritis. Mahasiswa sering dianggap sebagai kekuatan politik potensial yang dapat menggerakkan perubahan. Pertanyaan ini memprovokasi mahasiswa untuk menyadari kondisi politik yang ada, meresponnya dengan sikap kritis, dan bertindak untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

5.       Pendekatan Pergerakan: Dari perspektif pergerakan, motto ini adalah ajakan untuk beraksi. Ini bukan hanya sekedar basa-basi, tetapi sebuah dorongan untuk selalu siap siaga, mempertanyakan status quo, dan berkontribusi dalam pergerakan yang membawa perubahan positif. Mahasiswa sebagai bagian dari pergerakan sosial diingatkan untuk terus aktif, tidak apatis, dan selalu responsif terhadap dinamika yang terjadi di sekeliling mereka.

Secara keseluruhan, motto ini mengajak mahasiswa untuk tetap waspada, sadar diri, dan berperan aktif dalam segala aspek kehidupan, baik dari sisi spiritual, sosial, psikologis, politik, maupun dalam konteks pergerakan sosial.

Pada akhirnya, pertanyaan “Apa kabar mahasiswa hari ini?” bukan hanya tentang kondisi individu semata, melainkan tentang kesiapan generasi muda untuk mengambil peran dalam membentuk masa depan. Sebagai mahasiswa, tanggung jawab kita tidak hanya terletak pada akademis, tetapi juga pada bagaimana kita merespons dinamika sosial, politik, dan spiritual yang ada. Kita adalah pilar harapan bangsa, dan masa depan ditentukan oleh seberapa kuat kita menghadapi tantangan zaman ini. Pertanyaannya sekarang, apakah kita siap menjawab panggilan ini dengan tindakan nyata? Sejarah menunggu, dan kitalah yang akan menuliskannya.

 

Daftar Pustaka

1.       Dahrendorf, Ralf. (2007). Kelas dan Konflik Kelas dalam Masyarakat Industri. Jakarta: Pustaka Pelajar.

2.       Kuntowijoyo. (2001). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi. Bandung: Mizan.

3.       Kartodirdjo, Sartono. (1993). Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

4.       Mansour Fakih. (2002). Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press.

5.       Nurcholish Madjid. (2000). Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan.

6.       Tilaar, H.A.R. (2012). Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia. Bandung: Remaja Rosdakarya.

7.       Nugroho, Riant. (2014). Kebijakan Publik untuk Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Elex Media Komputindo.

8.       Muhaimin, A.G. (2006). Islam dalam Bingkai Budaya Lokal: Potret dari Cirebon. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.